PPDB 2020, Sebuah Refleksi

 


Tahun Pelajaran 2020/2021 telah bejalan kurang lebih 2 bulan walaupun belum ada pembelajaran tatap muka sama sekali. Pembelajaran jarak jauh ini, baik luring, daring atau kombinasinya, tentu saja diawali sebuah proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).

PPDB Berbasis Zonasi sudah 3 tahun diselenggarakan. Perlu diapresiasi, penyelenggaraannya dari tahun ke tahun semakin ketat dan bersih dari praktik-praktik di luar ketentuan. Peningkatan ini, diyakini tidak lepas dari evaluasi dan refleksi dari para pemangku kepentingan PPDB. Tulisan ini mencoba menyampaikan salah satu persoalan PPDB 2020 dan kemudian mengusulkan solusinya demi PPDB 2021 yang lebih baik.

Awal Cerita

Hampir setiap hari selama masa PPDB terutama setelah pengumuman tahap I, ada saja (yang mengatasnamakan) orang tua yang datang dengan dalih mau berkonsultasi. Kalau hanya merasa penasaran dan menanyakan mekanisme PPDB, bisa dijawab dengan menyandarkan pada produk peraturan yang ada: Permendikbud, Pergub, Kepgub dan Juknis PPDB.

Baca: Permendikbud No. 44 Tahun 2019

Yang memaksa tersenyum kecut adalah ujung-ujungnya mencoba menanyakan kemungkinan ada celah untuk bermain di luar sistem. Ada juga yang tidak puas dengan jawaban normatif. Alih-alih menerima, si orang tua tidak percaya dan mempertanyakan kebenaran dan keadilan akan sistem dan aturan yang ada.

Yang membuat heran adalah tidak jarang datang orang dari kalangan terdidik, (merasa) penting, punya kekuasaan dan berpengaruh. Mencoba menekan, "pokoknya anak ini harus diterima, bagaimanapun caranya, titik!" Parahnya lagi, ini yang membuat enek sampai ke ubun-ubun, anak yang diperjuangkan bukan anaknya sendiri, melainkan anak saudaranya, tetangganya, temennya atau siapanya.

Pengalaman seperti itu terjadi setiap menjelang tahun ajaran baru sekitar masa pendaftaran sejak beberapa tahun terakhir sejak PPDB berbasis zonasi diberlakukan. Dijelaskan sistem daring, aplikasi dan mekanismenya, mereka tidak mau tahu. Tak sedikit yang tidak mengerti (karena bukan bidangnya atau karena dianggapnya masih manual), tapi sok lebih mengerti.

Kita tidak menyalahkan 100 persen jika masih ada oknum-oknum seperti itu. Semua tahu bagaimana sistem sebelumnya yang berbasis kompetisi NEM atau prestasi murni(?). Kita mewarisi kultur "jalur belakang" yang tidak hanya terjadi dalam pendidikan tentunya. Sebelumnya praktik-praktik persekongkolan dan percaloan kerap kali dilakukan dengan leluasa dan kasat mata oleh oknum-oknum yang mendompleng PPDB terutama di sekolah-sekolah favorit.

Kita juga tidak menafikan, tidak ada yang sempurna dalam semua sistem. Tak ada gading yang tak retak. Secerdas apapun, sistem adalah piranti mati yang rasa, otak utama dan kendalinya tetap ada pada manusia. Selama manusianya tidak memiliki goodwill, sistem akan tetap diselewengkan.

Begitu juga dengan sistem PPDB berbasis zonasi. Tidak sempurna, tidak memuaskan semua pihak, terutama bagi pendaftar yang tempat tinggalnya jauh dengan lokasi sekolah manapun. Tapi, menurut hemat saya, sistem ini setidaknya,  efektif menangkal praktik-praktik seperti yang terjadi sebelumnya.

Pertanyaan dan Usulan

Menanggapi masih adanya orang-orang yang mau mencoba mengajak berbuat tidak fair, dalam kepala terlintas pertanyaan.

Apakah sistem PPDB berbasis zonasi ini sudah disosialisasikan? Selain ke orang tua calon peserta didik, juga ke lembaga-lembaga pemerintahan?

Perlu dipahami, lembaga-lembaga pemerintahan saling berkomunikasi dalam wadah Forum Komunikasi Pimpinan (Forkopim). Tingkat provinsi, kabupaten dan kota memiliki Forkopimda (dulu Muspida) yang terdiri dari 5 unsur.

  1. Gubernur/Bupati/Walikota, sebagai ketua.
  2. Pimpinan DPRD sesuai tingkatan, sebagai anggota.
  3. Pimpinan Kepolisian di daerah, sebagai anggota.
  4. Pimpinan Kejaksaan di daerah, sebagai anggota.
  5. Pimpinan Satuan Teritorial TNI di daerah, sebagai anggota.

Baca: Forum Komunikasi Pimpinan Daerah

Tingkat kecamatan memiliki Forkopimcam (dulu Muspika) dengan 3 unsurnya.

  1. Camat, sebagai ketua.
  2. Pimpinan Kepolisian di kecamatan, sebagai anggota.
  3. Pimpinan Kewilayahan TNI di kecamatan, sebagai anggota.

Dinas Pendidikan jelas berada di bawah kepala daerah. Dinas Pendidikan Provinsi yang menangani SMA merupakan bagian dari Pemerintah Daerah Provinsi. Sementara Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang menangani SD dan SMP bagian dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

Gubernur sebagai Kepala Daerah di Tingkat Provinsi perlu mengkomunikasikan sistem PPDB baik secara internal, vertikal maupun horisontal. Komunikasi internal dilakukan untuk menginformasikan kepada jajaran staf dan pegawai pemerintah daerahnya sendiri.

Komunikasi vertikal dilakukan untuk memahamkan pada kepala-kepala daerah dibawahnya: bupati dan walikota. Gubernur juga harus memfasilitasi komunikasi horisontal antar unsur pemerintahan yang di bawahnya. Yaitu, Dinas Pendidikan dengan unsur-unsur yang ada didalam Forkopimda seperti Pimpinan DPRD di Provinsi, Pimpinan Kepolisian di Provinsi (Polda), Pimpinan Kejaksaan di Provinsi dan Pimpinan Satuan Teritorial TNI di Provinsi (Kodam).

Di tingkat kabupaten/kota, Bupati dan Walikota menduplikasi Gubernur; memahamkan PPDB kepada para camat, kuwu dan lurah; dan memfasilitasi komunikasi unsur-unsur Forkopimda di Tingkat Kabupaten/Kota seperti Cabang Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan Pimpinan DPRD di Kabupaten/Kota, Pimpinan Kepolisian (Polres), Kejaksaan dan Pimpinan Satuan Teritorial TNI (Kodim).

Di tingkat paling bawah, Satuan Pendidikan SMA, SMP dan SD menginformasikan PPDB kepada unsur-unsur Forkopimcam, seperti Kecamatan, Desa, Kelurahan, Polsek dan Koramil.

Harapan

Sekali lagi, apakah regulasi, sistem dan mekanisme PPDB ini sudah didiseminasikan kepada unsur pemerintahan baik secara vertikal dan horisontal? Kalau sudah, sejauh manakah sosialisasi secara internal di masing-masing pimpinan tersebut?

Kalau sudah, mengapa masih ada yang "nyelonong" minta diistimewakan dalam proses PPDB?

Kita berharap PPDB tahun depan, 2021, semakin tersosialisasikan, terutama kepada jajaran Forkopimda dan Forkopimcam, sehingga tidak ada, paling tidak terminimalisir, percobaan- percobaan di luar sistem yang sudah ditentukan oleh Pemerintah. 


Referensi

https://jdih.kemdikbud.go.id/?service=srv:04.48jdih&ref=0e32amt9d2cf29d4df4uw8ye5bfa586167s12gf79f254863q91823cd82df0140c5e73ac1x4rbba03h806eh10159lc5cd6zk3a0p9o803e497f8bi0c7j205f762vaf27&task=2126

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Forum_koordinasi_pimpinan_daerah


Komentar

Most Frequently Read

English Modul 1: Report Text "Covid-19 and Vaccine"

Bahan Ajar X MIPA: Brochure, Leaflet, Pamphlet and Banner

Bahan Ajar X IPS: Describing Local Historical Places