KONSEP 4C DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
Telah terjadi beberapa perubahan dalam Kurikulum
2013 ini. Sampai awal tahun 2016, setidaknya terdapat empat perubahan mendasar (Kemdikbud,
2016). Perubahan terjadi pada koherensi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI-KD) dan keselarasan antara dokumen KI-KD, silabus dan buku baik secara vertikal maupun
horizontal. Koherensi vertikal berkenaan dengan kesinambungan
cakupan dan urutan KD sejak kelas I s.d. XII. Koherensi horizontal menyangkut keselarasan cakupan dan urutan KD antar mata pelajaran.
Perbaikan lain terjadi dalam penataan kompetensi sikap spiritual dan sosial yang dilaksanakan melalui pembelajaran langsung dan tidak langsung. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama-Budi Pekerti dan
mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap spiritual
dan sosial dilaksanakan secara langsung. Pada mata pelajaran selain keduanya, pembelajaran sikap
spiritual dan sosial dilaksanakan melalui pembelajaran tidak langsung. Penataan juga dilakukan pada kompetensi yang tidak dibatasi pemenggalan
Taksonomi Proses Berpikir. Semua tingkat berpikir (mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, menilai dan mencipta) dan semua dimensi pengetahuan
(faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif) diimplementasikan di semua
tingkat pendidikan dari mulai SD/MI sampai SMA/MA/SMK/MAK, dari mulai kelas I
sampai kelas XII. Yang membedakan antara tingkat pendidikan satu dari tingkat
pendidikan lainnya adalah kedalaman dan keluasan proses kognitif dan dimensi
pengetahunnya. Penyempurnaan juga
dilakukan ketika guru diberikan ruang untuk berkreasi. Silabus
yang disiapkan pemerintah merupakan salah satu model untuk memberi inspirasi. Guru dapat mengembangkannya sesuai dengan konteks yang relevan.
Konsep 5M merupakan kemampuan proses berpikir yang perlu dilatihkan secara
terus menerus melalui pembelajaran agar siswa terbiasa berpikir secara
saintifik. 5M bukan prosedur atau langkah-langkah atau
pendekatan pembelajaran. Penyajiannya tidak harus mulai dari mengamati, dilanjutkan ke menanyakan, terus ke mengumpulkan
informasi atau membuat eksperimen,
kemudian mengasosiasi, dan diakhiri
dengan mengkomunikasikan.
Lebih dari itu, di awal tahun 2017 yang implementasinya diharapkan
paling tidak mulai Tahun Pelajaran 2017/2018, kurikulum ini kembali mendapat sentuhan
dengan diintegrasikannya konsep 4C. Konsep ini tentu bukan hal baru bagi guru, sudah
sering didiskusikan dalam kegiatan-kegiatan kolektif guru, bahkan kiranya sudah
biasa diimplementasikan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu,
tulisan ini bermaksud membahas konsep 4C, dengan tujuan agar guru lebih
menyadari lagi mengenai apa yang dimaksud dengan 4C. Lebih jauh, guru
diharapkan akan lebih menekankan untuk mengintegrasikan konsep ini dalam proses
pembelajaran di kelas.
Pengertian 4C
Konsep 4C merupakan bagian
dari kerangka kerja Pembelajaran Abad 21 yang dikembangkan mulai tahun 2002
oleh sebuah organisasi nirlaba di Amerika Serikat. Organisasi tersebut adalah Partnership for 21st Century Skills yang
kemudian berubah menjadi Partnership for
21st Century Learning (P21), yang merupakan rekanan dan kolaborasi antar
tokoh dari dunia pendidikan, bisnis, masyarakat dan pemerintahan (Trilling dan Fadel, 2009:
168).
Salah satu C dari 4C yang
dimaksud adalah Collaboration. Roshelle and Teasley (1995, dalam Jonathan A.
Plucker, Clint Kennedy, dan Anna Dilley) menggambarkan kolaborasi merupakan aktivitas
yang sinkron dan terkoordinasi sebagai hasil dari usaha terus menerus dalam
membangun dan mempertahankan konsepsi bersama atas sebuah masalah. Sejalan
dengan itu, Hesse, Care, Buder,
Sassenberg, Griffin dkk. (2015) mendefinisikan kolaborasi sebagai aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan yang
sama.
C lainnya adalah Communication.
Secara umum, komunikasi dalam pembelajaran diartikan dalam tiga aspek: kompetensi
komunikatif (communicative competence), komunikasi bermediakan komputer (computer-mediated
communication) dan bahasa isyarat hendak berkomunikasi (immediacy behaviors).
Kompetensi komunikatif adalah kemampuan memberikan informasi; kemampuan dimenegerti
orang lain melalui berbicara atau menulis (McCroskey dan McCroskey, 1988). Komunikasi
bermediakan komputer merupakan komunikasi antar individu dengan menggunakan
komputer walaupun dalam waktu dan jarak yang terpisah (Romizowski dan Mason,
1996). Dan isyarat dalam berkomunikasi berkenaan dengan kontak mata,
pengulangan menyebut nama, mengangguk dan perilaku lainnya (Dilley, Fishlock
dan Plucker).
Creativity adalah C lain lagi. Stein
(1953) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah karya baru yang bisa
dipertahankan, karya yang bermanfaat dan
karya yang memuaskan yang diterima oleh sekelompok orang dalam sesuatu
hal pada masanya. Sedangkan Plucker dkk.
memberi definisi bahwa kreativitas merupakan interaksi antara kecakapan, proses
dan lingkungan dimana orang atau sekelompok orang menghasilkan karya yang bisa
dipahami, karya yang baru dan bermanfaat dalam sebuah konteks sosial.
Terakhir adalah Critical Thinking. Bloom (dalam Bloom,
Engelhart, Furst, Hill, & Krathwohl, 1956; Krathwohl, Bloom, & Masia,
1964) mengajukan klasifikasi atau taksonomi proses berpikir kedalam enam
tingkatan. Yaitu: pengetahuan (knowledge)
pemahaman (comprehension), penerapan
(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Konsep Bloom tersebut
kemudian direvisi oleh Krathwohl (2002) yang meniadakan proses sintesis tapi
menambahkan proses penciptaan sebagai tingkat berpikir paling tinggi. Dimensi proses berpikir tersebut mencakup mengingat
(remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), menilai (evaluating) dan mencipta (creating). Tiga proses kognitif terakhir
merepresentasikan critical thinking.
Selain merevisi konsep proses kognitif, Krathwol juga mengajukan konsep dimensi
pengetahuan, yang terdiri dari pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif. Pengetahuan metakognitif dikategorikan tingkat berpikir kritis. Dewey
dalam karyanya “How We Think” (1910-1933)
mengatakan bahwa berpikir kritis sama dengan metakognisi atau berpikir tentang
pemikiran seseorang.
Implementasi dalam Pembelajaran
Dari beberapa definisi di
atas, dapat diilustrasikan bahwa dalam kelas yang mengintegrasikan konsep 4C
dalam pembelajarannya, peserta didik:
- membentuk
kelompok-kelompok, berdiskusi dan bekerja sama (berkolaborasi dan berkomunikasi).
- mempertanyakan
atau mempermasalahkan hal-hal yang berhubungan dengan topik, mencari jawaban
atas masalah yang dipertanyakan dengan berbagai cara: perbandingan,
sebab-akibat, observasi langsung dan lain-lain (berkomunikasi dan berpikir
kritis).
- menemukan
dan menyampaikan ide-ide baru yang bisa diaplikasikan dalam menyelesaikan
permasalahan (berkomunikasi dan berkreasi).
Ilustrasi tersebut tidak
berhenti menjadi ilustrasi saja. Guru pemegang kunci untuk menjadikannya implementatif.
Dengan segala kompetensi yang dimilikinya, guru dapat merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran bernuansa 4C. Berikut sekilas tentang penysunan perencanaan,
atau lebih tepatnya Rencan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan
konsep 4C.
Seperti telah di ketahui
bahwa RPP, menurut Permen Dikbud nomor 22 tahun 2016, paling tidak memiliki 13
komponen, dari mulai identitas sampai penilaian. Diurutkan secara logis,
komponen-kompenen tersebut adalah: identitas sekolah, identitas mata pelajaran
atau tema/subtema, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu, kompetensi
dasar dan indikator pencapaian kompetensi, . tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran. Dua komponen yang paling berkenaan langsung dengan konsep 4C
adalah tujuan pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran.
Dalam tujuan, 4C harus
dirumuskan secara eksplisit supaya dalam pelaksanaannya di kelas mendapat
penekanan. Berikut contoh tujuan pembelajaran dalam salah satu materi mata
pelajaran Bahasa Inggris.
Tujuan
Pembelajaran: Setelah pembelajaran melalui jigsaw, peserta didik mampu:
|
Tujuan pembelajaran di atas dirumuskan berdasarkan KD 3.7 dan 4.7. Dalam rumusan tersebut tersurat 4C. Frasa “melalui jigsaw” merepserentasikan colaboration dan communication. Tiga kata kerja operasional terakhir “menganalisis,” “membandingkan,” dan “menyusun” mencerminkan critical thinking karena masuk dalam tiga tingkat teratas: analizing, evaluating dan creating.
Konsep 4C harus lebih jelas
lagi terumuskan dalam langkah-langkah pembelajaran, khususnya pada Kegiatan
Inti. Berikut contoh langkah-langkah pembelajaran yang diturunkan dari sebagian
rumusan tujuan pembelajaran di atas.
Kegiatan
Inti: 1. Peserta
didik membentuk 8 kelompok, terdiri dari 5 peserta setiap kelompok, dengan
cara berhitung 1 sampai 8, nomor 1 bergabung dengan sesama nomor 1 dan
seterusnya. 2. Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok masing-masing: -
2
kelompok mendiskusikan fungsi sosial teks recount -
2 kelompok
mendiskusikan struktur teks recount -
2.kelompok
mendiskusikan unsur kebahasaan teks recount (a) -
2
kelompok mendiskusikan unsur kebahasaan teks recount (b) 3. Masing-masing
kelompok berhitung 1 sampai 5, untuk membentuk kelompok baru. 4. Peserta
didik membentuk 5 kelompok baru berdasarkan nomor baru, nomor 1 mencari
sesama nomor 1 dan seterusnya. 5. Dalam
kelompok masing-masing, peserta didik mendiskusikan 2 teks recount (satu teks
dalam ragam bahasa lisan dan satu dalam ragam bahasa tulis): - Menganalisis
fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks recount
lisan dan tulis. -
Membandingkan
teks recount beragam bahasa lisan dan tulis |
Implementasi di atas baru
sebatas implementasi dalam perencanaan pembelajaran. Yang lebih penting lagi
adalah implementasi nyata dalam tatap muka di kelas yang tidak mungkin
dipaparkan dalam tulisan ini. Saran dari ahli bisa dipertimbangkan oleh para
guru dalam upaya mengintegrasikan konsep 4C dalam pembelajaran. Berikut, saran
dari Trilling dan Fadel (2009) tentang berbagai aktivitas pembelajaran yang
bisa diadopsi dan diadaptasi guru agar peserta didiknya dapat berkolaborasi,
berkomunikasi, berkreasi dan berpikir kritis.
Dalam berkolaborasi, peserta didik disarankan untuk :
a. menujukan
kemampuan bekerja efektif dan saling menghargai dalam tim yang anggotanya
beragam;
b. melatih
keluwesan dan kemauannya dalam bekerja sama demi tujuan yang sama;
c. memikul
tanggung jawab bersama; dan
d. menilai
kontribusi yang diberikan setiap anggota dalam timnya.
Untuk dapat berkomunikasi,
dalam pembelajaran peserta didik disarankan untuk:
a. mengartikulasikan pikiran
dan gagasan secara efektif menggunakan keterampilan komunikasi lisan, tulis dan
nonverbal dalam berbagai bentuk dan bergam konteks;
b. mendegar efektif untuk
menangkap makna, termasuk pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan kehendak;
c. berkomunikasi untuk berbagai
tujuan seperti memberi informasi, memberi instruksi, memberi motivasi dan
membujuk seseorang;
d. memanfaatkan berbagai media
dan teknologi dan mampu menilai berdasarkan teori efektivitasnya serta
pengaruhnya dalam pembelajaran;
e. berkomunikasi secara efektif
dalam berbagai konteks termasuk dalam lingkungan multi lingual.
Agar dapat berkreasi, peserta didik disarankan untuk:
a. menggunakan berbagai macam teknik
memunculkan gagasan;
b. menciptakan gagasan-gagasan baru dan
bermanfaat baik berupa konsep;
c. mengelaborasi, menyeleksi,
menganalisa dan mengevaluasi ide-ide sendiri untuk meningkatkan dan
memaksimalkan upaya kreatif.
d. mengembangkan, mengimplementasikan
dan mengkomunikasikan ide-ide baru kepada orang lain;
e. bersikap terbuka dan responsif
terhadap pandangan-pandangan baru dan berbeda; menerima masukan dan memberi feedback terhadap hasil kerja;
f. menunjukan orisinalitas dan keahlian
menemukan karya dan memahami batas-batas dunia nyata untuk mengadopsi ide-ide
baru;
g. memandang kegagalan sebagai
kesempatan untuk belajar; memahami bahwa kreativitas dan inovasi adalah proses
siklus jangka panjang keberhasilan dan kesalahan; dan
h. bertindak atas ide kreatif untuk
memberi kontribusi nyata dan berguna dalam bidang dimana inovasi akan terjadi.
Untuk melatih berpikir kritis, peserta didik disarankan untuk:
a. berpikir secara efektif, dengan
menggunakan berbagai cara, seperti deduktif dan induktif, yang disesuaikan
degan situasi.
b. menggunakan sistim berpikir, dengan
menganalisa bagaimana bagian-bagian dari sistem secara keseluruhan saling
berinteraksi untuk membuat hasil menyeluruh dalam sistem yang kompleks.
c. membuat penilaian dan keputusan,
dengan:
- mecara efektif menganalisa dan
menilai bukti, argumen, klaim dan keyakinan.
- menganalisa dan menilai sudut pandang
utama yang bisa dijadikan alternatif.
- menggabungkan dan menghubungkan
antara satu informasi dan argumen dengan informasi dan argumen lainnya.
- menafsirkan informasi dan menarik
kesimpulan berdasarkan analisis terbaik
- melakukan refleksi secara kritis atas
pengalaman dan proses belajar.
d. Memecahkan masalah, dengan:
- memecahkan beragai macam persoalan yang tidak biasa baik dengan cara konvensional maupun cara inovatif.
- mengidentifikasi dan mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan penting yang memperjelas berbagai sudut pandang dan membawanya ke arah solusosi yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar